Jumat, 08 Juni 2007

dua sajak lama yang dipublikasikan, lelah menunggu balasan dari seseorang


Bunga biru: isyarat, kejutan


Jangan tunggu kejutan dariku

Tapi beri jutaan kejutan untukku

Bayangan, kenangan, ingatan dan semua tarian itu

Mereka tak pernah lupa datang mengadu

Tentang rasa yang tak dimiliki

surga, neraka, setan, malaikat

Ataupun langit ketujuh

Karena terbiasa mencuri hari dan malam masa lalu


Jangan tunggu isyarat dariku

Tapi beri isyarat untukku

Mereka dan ibumu, serupa taman bunga biru

Tak pernah lupa mengobrak-abrik jurang jiwaku

Mengambil satu persatu yang tumbuh

Sebab terlahir tanpa kilau, lusuh, peluh, keluh


Karena aku abai akan mata dan suara itu

Mereka dan ibumu, kini juga kau

Serupa taman bunga biru


Aku hilang, lupa ingatan berulang

Berlanjut dan tak ada jalan pulang


Jangan. Jangan kalian ikut sesat dan menggenang

Cukup beri kejutan dan isyarat untukku

Biarkan tarian taman bunga biru mengantarku

pulang!


Makassar, April 2007


Ratapan dasar laut


Adapun dua rusa yang berjalan di aliran lahar

Ataupun gerombolan ikan kecil di atas lumba-lumba

Menara ribuan tahun dan rumput alang di pinggiran

Serta petir laksana ranting-ranting tua menyala


Rindu. Masihkah dapat kulihat lagi ?


Kini Bumi seperti jurang saja

Menjadikanku sebagai alas terbawah

Pun

Palung-palung besi menusuk hampir sekujur tubuh

Mengambil sebagian darah kemilau

Yang sejak berabad mabuk dan luyu


Ayo, katamu, serupa induk merayu

Membawaku larut dalam candu dungu


Waktu tersisa hanya segulung ombak, sekepal air

beserta nyanyian lacur badai musiman:

Oh. Wahai kau para khalifah kelam dan mulia

Menurut seluruh rekan sejawat di atas sana

Jangan tumpahkan segala pecut dalam mata

Beserta seluruh isi aliran darahmu dusta

Di katup tubuh, rambut dan akar

Yang telah lama dianugerahi luka


Para penari berdatangan bagai pasar malam

hanya membawa, meninggalkan kotoran

dari taman lain ke taman karang

berputar menyelam bak gasing kehausan


Permisi, katamu, sembari meludahi wajahku

Tersenyum

Meraba di seluruh pori ku

Semisal tanaman rambat yang tumbuh subur


Sinar kuning yang melingkar labirin

Kapal karam dan serangga lapuk berderai

Kepak liar menjelma tangga putar gaib

Serta aku yang terbiasa mabuk terlilit


Rindu. Masihkah dapat kulihat lagi?

Makassar, April 2007


Tidak ada komentar: