Dan kau pun terus berdekam
Bibirmu berdebar-debar demam
Demikian larut,
sesekali deburmu berdendang
Karena langkah yang kini datang
mendekap terbayang
Seterusnya hingga delapan puluh enam malam
Sedang debatmu dengan bayangan
Tentang siapa yang salah berdandan
Atau antara dada dan selangkangan
Bukan!
Bukan pula salah debu bergoyang
Yang membungkus jejaknya di hari petang
Dan kau pun tetap meracau
Lidah menjulur kacau
Demikian khidmat,
terhempas
lalu mengucur
Bersama udara yang terlantar kaku
Lantas percakapan bergumul lumut
Yang terkubur jutaan detik lalu
Dan pernah hinggap di dinding malammu
Tak inginkah kau gali?
Mencecapnya di bibir dan lidah mabukmu
Lantas mengejutkan mata kabung itu
Antara delapan puluh enam malam
Tawa yang membungkus tulisan
saat kau pulang
Jangan kau kurung dalam pangkuan
Pun engkau pasti mengubah haluan
Makassar, 18 April 2007
Kamis, 10 Mei 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar