Senin, 28 Mei 2007

Sebuah rahasia dan taman

Wajahmu yang lebih indah dari warna, sadarkah?
Setiap lekuknya meraba pikiranku yang telah dihapalnya
Membawanya ke hamparan es yang lebih tinggi dari awan
dan memeluknya erat
Tinggal jasadku yang kau buang di lelehan
Apa selalu seperti ini akhirnya


Semua taman bunga penuh warna mulai memerah
Membuang gelap penutup segala pesona
Sisa yang tidak ingin terlihat dari jaring masa


Betapa kau telah jauh untuk jelaskan semua kini
Perihal aku yang tak kenal diri sendiri
Atau tulisan yang tak lagi berarti


Semua taman bunga penuh warna menyimpan rahasia
Terpasung sambil terus menunggu di dalamnya
Menanti penyelinap memberi berita
Perihal yang tak pernah sampai padanya


Hanya air mata jasadku terus bercerita
Di aliran es
sepanjang terang selebar gelap


Makassar, Maret 2007

Kamis, 10 Mei 2007

Delapan Puluh Enam Malam

Dan kau pun terus berdekam
Bibirmu berdebar-debar demam
Demikian larut,
sesekali deburmu berdendang
Karena langkah yang kini datang
mendekap terbayang

Seterusnya hingga delapan puluh enam malam

Sedang debatmu dengan bayangan
Tentang siapa yang salah berdandan
Atau antara dada dan selangkangan
Bukan!
Bukan pula salah debu bergoyang
Yang membungkus jejaknya di hari petang

Dan kau pun tetap meracau
Lidah menjulur kacau
Demikian khidmat,
terhempas
lalu mengucur

Bersama udara yang terlantar kaku

Lantas percakapan bergumul lumut
Yang terkubur jutaan detik lalu
Dan pernah hinggap di dinding malammu
Tak inginkah kau gali?

Mencecapnya di bibir dan lidah mabukmu
Lantas mengejutkan mata kabung itu

Antara delapan puluh enam malam
Tawa yang membungkus tulisan
saat kau pulang
Jangan kau kurung dalam pangkuan

Pun engkau pasti mengubah haluan

Makassar, 18 April 2007

Dari Bibir Pantai Lemo

Laut terus saja membentak
Membekuk dan terbelalak
Kata-kata sepanjang gelap
seriang kucing galak

Terbayang dermaga berlantai hitam
tepinya terkoyak
Barisan pohon menebar debar
ingin mendekap
Rentang sayap pasir selimuti
seluruh jejak

Oh, awan. Jangan engkau turut berkarat
Kalang kalap mengobrak

Makassar, Desember 2006

Belati

Lorong belati
Di dasarnya menyimpan sejati
Ujungnya menanam mati
Gagangnya kekal menanti
Uluran jemari batin pasi
Yang haus darah pelangi

Langkah belati
Seperti seorang lelaki di malam hari
Bergegas mengganti pengantar mimpi
dengan fasih
Semerdu ancaman berapi

Makassar, Agustus 2006

Perjalanan

Bintang-bintang mengepung bulan separuh
Kisah-kisah berlari kecil menyambut hari
Samudra mendekap bisu daratan
belit berbisik
kadang pasti kadang nanti

Namun,
harta jiwa belum juga kembali
pada gumpalan daging
yang terus bermimpi

Makassar, Desember 2006