dua sajak lama yang dipublikasikan, lelah menunggu balasan dari seseorang
Bunga biru: isyarat, kejutan
Jangan tunggu kejutan dariku
Tapi beri jutaan kejutan untukku
Bayangan, kenangan, ingatan dan semua tarian itu
Mereka tak pernah lupa datang mengadu
Tentang rasa yang tak dimiliki
surga, neraka, setan, malaikat
Ataupun langit ketujuh
Karena terbiasa mencuri hari dan malam masa lalu
Jangan tunggu isyarat dariku
Tapi beri isyarat untukku
Mereka dan ibumu, serupa taman bunga biru
Tak pernah lupa mengobrak-abrik jurang jiwaku
Mengambil satu persatu yang tumbuh
Sebab terlahir tanpa kilau, lusuh, peluh, keluh
Karena aku abai akan mata dan suara itu
Mereka dan ibumu, kini juga kau
Serupa taman bunga biru
Aku hilang, lupa ingatan berulang
Berlanjut dan tak ada jalan pulang
Jangan. Jangan kalian ikut sesat dan menggenang
Cukup beri kejutan dan isyarat untukku
Biarkan tarian taman bunga biru mengantarku
pulang!
Makassar, April 2007
Ratapan dasar laut
Adapun dua rusa yang berjalan di aliran lahar
Ataupun gerombolan ikan kecil di atas lumba-lumba
Menara ribuan tahun dan rumput alang di pinggiran
Serta petir laksana ranting-ranting tua menyala
Rindu. Masihkah dapat kulihat lagi ?
Kini Bumi seperti jurang saja
Menjadikanku sebagai alas terbawah
Pun
Palung-palung besi menusuk hampir sekujur tubuh
Mengambil sebagian darah kemilau
Yang sejak berabad mabuk dan luyu
Ayo, katamu, serupa induk merayu
Membawaku larut dalam candu dungu
Waktu tersisa hanya segulung ombak, sekepal air
beserta nyanyian lacur badai musiman:
Oh. Wahai kau para khalifah kelam dan mulia
Menurut seluruh rekan sejawat di atas sana
Jangan tumpahkan segala pecut dalam mata
Beserta seluruh isi aliran darahmu dusta
Di katup tubuh, rambut dan akar
Yang telah lama dianugerahi luka
Para penari berdatangan bagai pasar malam
hanya membawa, meninggalkan kotoran
dari taman lain ke taman karang
berputar menyelam bak gasing kehausan
Permisi, katamu, sembari meludahi wajahku
Tersenyum
Meraba di seluruh pori ku
Semisal tanaman rambat yang tumbuh subur
Sinar kuning yang melingkar labirin
Kapal karam dan serangga lapuk berderai
Kepak liar menjelma tangga putar gaib
Serta aku yang terbiasa mabuk terlilit
Rindu. Masihkah dapat kulihat lagi?
Makassar, April 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar